Tren War Takjil : Gerakan Penguatan Toleransi Umat Beragama
Dasarnya, tulisan ini lahir sebagai bentuk respons positif dari penulis, terkait gerakan yang diinisiatif oleh saudara non Islam (nonis), dalam hal ini di prakarsai oleh para penganut agama Kristiani. Pelaksanaan bulan suci Ramadhan tahun 2024 kali ini cukup unik. Mengapa demikian? Sebab, memasuki pertengahan pelaksanaan bulan suci ramadhan tahun ini, kita semua tengah dihebohkan dengan kegiatan produktif oleh saudara nonis, yakni berburu takjil menjelang buka puasa bagi umat islam, yang kemudian kita kenal dengan istilah War Takjil
Sangking tren-nya, jika kita membuka media sosial, baik itu facebook, tiktok, instagram dan sejenisnya, pasti anda akan melihat kelakukan aneh dan lucu terkait war takjil ini. Nah pertanyaan nya adalah apa sih itu war takjil? Jangan sampai ini menjadi konsumtif kita sehari -hari, malah sahabat-sahabat tidak tahu nih, apa sih yang dimaksud dengan war takjil, serta apa value yang bisa kita dapatkan dari gerakan ini.
Tapi tunggu dulu, sebelum jauh lebih lanjut, saya sarankan agar para pembaca yang budiman, sebaiknya mengambil posisi nyaman dulu ya sebelum lanjut membaca ulasan ini. Ini sekadar saran saja, ya, sahabat-sahabat.
Mengutip dari IDN TIMES.com, dasarnya kata “War Takjil” ini bukan hanya sekadar mencari takjil biasa saja seperti ramadhan sebelumnya. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan “persaiangan / peperangan” dalam mencari takjil agar tidak sampai kehabisan.
Secara sederhana, war takjil adalah istilah populer yang baru muncul. Awalnya, tren tersebut viral di tiktok. Arti war takjil bisa dilihat dari kosakatanya, yang berasal dari gabungan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. War adalah kata dalam bahasa Inggris yang berarti perang. Sedangkan, takjil merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Takjil diartikan makanan dan minuman untuk berbuka puasa.
Jadi, war takjil sama artinya dengan 'perang' takjil. Bukan perang yang sesungguhnya, 'perang' yang dimaksud berburu takjil lebih cepat supaya tidak sampai kehabisan. Berburu takjil ini tidak hanya antar sesama muslim. Lucunya, umat Nasrani, Hindu, atau Budha pun turut senang dengan datangnya bulan Ramadhan.
yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik, ternyata tidak hanya menimbul respon positif saja. Akan tetapi, menuai kritikan negatif terkait adanya gerakan perang takjil ini. Respon negatif yang penulis maksud adalah, lahirnya asumsi bagi masyarakat, soal sikap umat nonis yang tidak menghargai umat muslim yang tengah berpuasa, merampas hak bagi orang muslim, dan bisa saja akan melahirkan peperangan antara keduanya. Dasarnya, tulisan ini digagas guna menjawab claim lepas yang bisa saja kita sebut tak berdasar.
War (perang) Takjil Dalam Sudut Pandang Ideologi PMII ( Toleransi )
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah salah satu organisasi kemahasiswaan yang secara ideologis keagamaan, menjadikan paham Ahlussunnah Wal Jamaah ( Azwaja ) sebagai Manhaj Al Fikr ( landasan berpikir ) dan Manhaj Al Harakah (landasan bergerak ). Pada dasarnya azwaja memiliki empat prinsip yang harus di pegang teguh oleh seluruh warga nahdiyyin, tak terkecuali seluruh anggota dan kader PMII. Empat prinsip yang dimaksud adalah Tawassuth ( moderat ), Tawazzun (seimbang), Tasamuh ( toleran ), dan Ta’adul (keadilan).
Merujuk pada empat prinsip yang menjadi landasan ideologis PMII, kita bisa melihat bahwa pelaksanaan war takjil yang menjadi tren akhir-akhir ini, masuk dalam pembahasan toleransi dalam memaknai perbedaan umat beragama. Mengapa demikian? sebab dasarnya kita tahu bahwa, penyediaan atau pun tradisi pembagian takjil hanya diperuntutkan bagi umat islam, yaang tengah menjalan ibadah puasa pada bulan suci Ramadhan.
Akan tetapi, perang takjil yang coba dikampanyekan oleh saudara nonis, seakan-akan mempertegas bahwa, dengan lahirnya gerakan ini, menjadi salah satu simbol untuk memperat pondasi keberagaman antar sesama umat beragama.
Hal tersebut dapat kita lihat pada banyak video viral, hingga tak luput kita lihat yang sengaja membuat startegi antara umat nonis dan umat Islam, dalam meminang takjil-takjil yang tengah diperjualbelikan. Belum lagi aksi dari seorang Pendeta muda, yang beberapa hari terakhir ini menjadi perbincangan publik, dalam videonya Ketika berkhotbah Pdt. Marcel Saerang, menyarankan agar kiranya umat kristiani turut serta ikutan untuk war takjil di bulan ramadhan kali ini.
Pernyataan Pendeta Marcel dalam khotbahnya, memancing respon positif dari berbagai tokoh muslim di tanah air, salah satunya ialah habib Jafar. Terbaru pendeta Marcel tampil di podcats Log-In yang d pandu oleh Habib Jafar dan Onad. Menariknya Pdt. Marcel Kembali melontarkan guyonan terkait war takji. Di kutip dari chanel youtube Deddy Corbuzier.
“Jadi kemarin kita bicara tentang takjil y aitu kenapa diawal, karena sesuatu yang dipersiapkan lebih awalkan lebih baik, agar kitab isa memenangkan perang takjil ini, jdi sengaja di bahas di gereja karena ini sebuah strategi intelejen pertakjilan yang mau kita menangkan", kata pendeta Marcel.
“Sayangnya kalah” timpal Habib Jafar.
Dengan nuansa penuh canda Habib Jafar dan Pendeta Marcel saling serang, terkadang onald meninpali keduanya, hingga pada akhirnya pendeta marcel kembali melempar guyonan bahwa “Perang takjil momen untuk berjihad".
Melalui bingkai perbedaan yang dibungkus dengan konsep keberagaman, obrolan antara ke tiga tokoh agama tersebut, tidak sedikitpun membincang sesuatu yang kemudian menyerang satu sama lain, baik itu dari segi individual dan kelompok. Obrolan ngalur ngidul yang di bungkus dalam satu podcast kebergaman berjudul “Habib: Awas Nanti Paskah Kami Balas Kalian ! ! – Perang Takjil”, menurut penulis mampu meluruhkan sekat suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Bahkan, war takjil membuat suasana lebih adem setelah berbagai perang politik usai gelaran pemilu.
War Takjil Tanda Kasih Sayang
Fitrahnya bulan suci Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia, serta bulan kasih sayang bagi umat semesta alam. Hal ini ditandai dengan diturunkan-nya Al-qur’an kepada baginda Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasallam. Hadirnya war takjil di tengah-tengah masyarakat, selain sebagai salah satu instrumen dalam memperkuat rasa toleran, juga dapat menjadi instrumen untuk saling mengasihi satu sama lain.
Hal ini juga senada dengan apa yang telah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pentingnya menekankan toleransi dalam tausiah Ramadhan yang dikeluarkan sejak (09/03/2024).
Salah satu poin tausiah itu ialah meminta untuk menjaga sikap saling toleransi, serta saling menghormati antara mereka yang berpuasa dan yang tidak berpuasa. Poin lain yang tak kalah penting adalah ramadhan menjadi momentum untuk saling mendinginkan tensi akibat perbedaan pilihan politik pasca pemungutan suara.
Setelah war politik yang panas, kini terbitlah war takjil yang mencairkan suasana dan mempererat toleransi. Pilihan politik dan agama boleh beda, tetapi selera takjil bisa saja sama.
Jika Pendeta Marcel mengatakan Kita bisa berbeda keyakinan tapi masalah takjil kita harus terdepan, meminjam ungkapan Ustas Atmal Fauzi yang mengatakan bahwa Agama kita toleransi untuk sedekah kita bersaing.
Wallahu Alam
Salam Toleransi
Daeng Santoso
Komentar
Posting Komentar